Isu gender merupakan salah satu isu utama dalam pembangunan, khususnya pembangunan sumber daya manusia. Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan penguatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender, namun data menunjukkan masih adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat, serta penguasaan terhadap sumber daya, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang strategis lainnya. Adanya ketertinggalan salah satu kelompok masyarakat dalam pembangunan, khususnya perempuan disebabkan oleh berbagai permasalahan di masyarakat yang saling berkaitan satu sama lainnya. Permasalahan paling mendasar dalam upaya peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak adalah pendekatan pembangunan yang belum mengakomodir tentang pentingnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki dalam mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan. Untuk itu, pengarusutamaan gender diperlukan sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan pembangunan yang dapat dinikmati secara adil, efektif, dan akuntabel oleh seluruh penduduk, baik perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak laki-laki.
Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Peningkatan kualitas SDM sebagai salah satu kunci keberhasilan pembangunan disesuaikan dengan keberagaman aspirasi dan hambatan kemajuan kelompok masyarakat laki-laki dan perempuan. Proses ini memerlukan suatu strategi yang menempatkan rakyat pada posisi aktif sebagai aktor pembangunan. Memerankan rakyat sebagai aktor berarti memerankan perempuan dan laki-laki sebagai aktor. Filosofi ini yang kemudian diterapkan dalam program pembangunan melalui strategi pengarusutamaan gender dalam pembangunan.
Dalam rangka mendorong, mengefektifkan serta mengoptimalkan upaya pengarusutamaan gender secara terpadu dan terkoordinasi, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang mengamanatkan bahwa dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional. Pengarusutamaan gender ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan fungsional utama semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah.
Strategi PUG diperlukan untuk memastikan semua lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, dari semua kelompok usia, wilayah, dan yang kebutuhan khusus, dapat terlibat dalam proses pembangunan sehingga diharapkan pembangunan yang dilaksanakan bisa bermanfaat untuk semua; dan semua penduduk dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan/kebijakan. Strategi PUG dilaksanakan dengan cara memastikan adanya akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang adil dan setara bagi laki-laki maupun perempuan dalam pembangunan.
Telah banyak bukti yang menunjukkan peran perempuan sebagai faktor kunci pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Perempuan adalah salah satu elemen penting bagi proses transformasi sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Sejak Konferensi Dunia tentang Perempuan yang pertama pada 1975 di Meksiko, negara-negara di dunia bahkan telah mengupayakan dan menunjukkan perbaikan terhadap posisi perempuan dalam kedudukannya di masyarakat melalui peningkatan pemahaman pentingnya peran perempuan dalam proses pembangunan. Indonesia juga meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita melalui UU No. 7 Tahun 1984, yang secara eksplisit mengakui pentingnya pemenuhan hak-hak substantif bagi perempuan menuju keadilan dan kesetaraan gender. Hal tersebut semakin memperkuat hadirnya tindakan nyata dan kerangka kerja untuk mewujudkan langkah-langkah yang dibutuhkan sebagai upaya menghadapi permasalahan yang terkait dengan isu kesetaraan gender di seluruh bidang pembangunan.
PELIBATAN LAKI-LAKI UNTUK PEREMPUAN (HE FOR SHE)
Dengan disepakatinya komitmen global untuk mewujudkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs), kesetaraan gender menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai secara global, yang dikenal dengan istilah Planet 50:50, di mana perempuan dan laki-laki bersama-sama setara berperan dan terlibat dalam pembangunan. Untuk memperkuat komitmen itu, Presiden RI Joko Widodo menerima peran sebagai duta HeForShe dalam program & quot; Impact 10x10x10” bersama pemimpin negara lainnya, antara lain Presiden Malawi, Arthur Peter Mutharika; Presiden Rwanda, Paul Kagame; Presiden Romania, Klaus Werner Iohannis; Presiden Finlandia, Sauli Niinisto; Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe; dan Perdana Menteri Swedia, Stefan Lofven.
Dalam laman profilnya sebagai HeForShe Champion, Presiden Joko Widodo menyatakan “Perempuan mewakili separuh dari penggerak pembangunan negara. Sebagai Presiden, saya telah mengarusutamakan isu kesetaraan gender karena itu sangat penting untuk mencabut akar penyebab diskriminasi dan kekerasan.” Terkait hal tersebut, maka isu-isu tentang pengarusutamaan gender menjadi fokus utama di dalam pemerintahan. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk memperjuangkan perubahan positif bagi kaum perempuan khususnya yang menyangkut akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dari pembangunan. Untuk mendorong pelaksanaan pembangunan yang responsif gender tidak hanya melalui kebijakan, program, dan kegiatan saja tetapi perlu langkah nyata melalui suatu gerakan perubahan masif dan perubahan pola pikir dan paradigma dari seluruh segmen masyarakat. Langkah nyata itu antara lain melalui kampanye “HeForShe” atau peningkatan partisipasi laki-laki terhadap isu perempuan dan anak. HeForShe adalah kampanye solidaritas untuk kesetaraan gender yang bertujuan untuk melibatkan laki-laki dan anak laki-laki sebagai agen perubahan untuk mencapai kesetaraan gender dan hak-hak perempuan, dan mendorong mereka untuk terlibat dalam upaya mengakhiri isu-isu terhadap ketidaksetaraan yang dihadapi oleh perempuan dan anak perempuan. Sebagai Duta HeforShe, Presiden RI melalui pernyataan tertulisnya menyatakan misinya untuk meningkatkan partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam politik dan pembangunan serta melindungi perempuan, anak-anak, dan kelompok marjinal melalui 3 (tiga) fokus area, yaitu :
Peningkatan partisipasi perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan;
Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) Melahirkan; dan
Penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.
SINERGI SELURUH UNSUR MASYARAKAT
Jika kita melihat angka kekerasan berdasarkan Survey Pengalaman Hidup Perempuan Nasional 2016 di Indonesia masih sangat memprihatinkan dan terungkapnya berbagai kasus kejahatan seksual akhir-akhir ini di beberapa daerah di Indonesia yang dapat kita saksikan dalam berbagai media menimbulkan berbagai kekhawatiran, dimana perempuan dan anak menjadi objek dan sekaligus korban dari kejahatan ini. Untuk itu dalam upaya pencegahan terjadinya kekerasan dan mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender perlu keterlibatan dari semua pihak.
Melihat luasnya dan besarnya cakupan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan, sinergitas menjadi kata kunci untuk mempercepat perwujudannya. Salah satu strateginya adalah pengarusutamaan Gender Perencanaan dan Penganggaran yang Resposif Gender (PPRG), di mana pemerintah pusat dan daerah melakukan analisis gender dalam proses perencanaan dan penganggaran untuk memastikan ada keadilan dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan bagi laki-laki, perempuan, anak, lansia, penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Karena kesetaraan gender ini merupakan cross-cutting issues, maka sinergitas antar K/L, pusat-daerah, dan antar daerah juga berperan besar untuk meningkatkan daya ungkit pembangunan untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, termasuk SDGs, secara merata dan adil.
Masyarakat, termasuk akademisi, juga memiliki peran penting. Akademisi mentransmisikan pengetahuan, nilai, norma, dan ideologi serta pembentukan karakter bangsa, tidak terkecuali kesetaraan dan keadilan gender yang terkait erat dengan nilai hakiki kemanusiaan. Perguruan Tinggi sesuai dengan peran dan tugasnya melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi pengembangan ilmu riset, melakukan proses belajar mengajar dan pengabdian masyarakat. Peran tersebut akan menghasilkan ilmu pengetahuan, para lulusan yang mempunyai kemampuan akademik memadai dan menjadi pusat rujukan ilmu pengetahuan untuk berbagai fenomena sosial dan kebudayaan. Melalui peran dan tugas inilah diharapkan Perguruan Tinggi dapat membantu membangun dan meningkatkan pemahaman tentang kesetaraan gender yang lengkap, yang akan berdampak pada pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa, sehingga akan dibawa dalam praktek kehidupan sehari-hari dan profesi yang akan dijalani.